PELAYANAN TEHNIK PRODUKSI


NILA GESIT KE GENIT MEMBANGKITKAN GAIRAH
Oleh : Mukhlis Abu Baedah *)

Orang jepang mempunyai angka harapan hidup paling tinggi di dunia, karena orang – orang  jepang banyak mengkonsumsi daging ikan dan biota air lainnya. Hal ini disebabkan karena kualitas protein yang bersumber dari ikan lebih baik dibandingkan hewan ternak. Kita juga dapat meniru kebiasaan orang jepang, disekitar kita banyak sumberdaya yang dapat dikelola untuk memproduksi ikan sebesar – sebesarnya.
Sekarang pertanyaannya adalah bagaimana caranya memelihara ikan yang tahan terhadap penyakit, mudah dipelihara, murah biayanya, doyan terhadap berbagai pakan, dapat hidup di lingkungan yang sedikit esktrim, dapat hidup diberbagai air (tawar, payau, bahkan di laut).

Salah satu jenis ikan yang memenuhi kriteria pertanyaan di atas adalah ikan nila (Oreochromis niloticus). Teknik pembudidayaan ikan ini relatif mudah, kandungan gizinya, serta cita rasanya yang enak, menjadikan ikan nila sebagai salah satu ikan yang punya prospek untuk dikembangkan. Seiring dengan semakin meningkatnya permintaan ikan dalam negeri, permintaan terhadap ikan nila juga akan semakin naik di masa mendatang.

Ikan Nila, selain sudah memasyarakat, pengembangbiakan ikan nila relatif mudah dibandingkan dengan ikan air tawar lainnya. Dalam proses budidaya secara alami dihasilkan rasio jantan dan betina adalah 60:40, sehingga usaha budidayanya jika diarahkan pada produksi ikan berkelamin jantan alias monosex, akan menghasilkan produksi yang lebih baik.

Melalui penelitian yang dilakukan secara konsisten dan terus menerus, akhirnya dapat dihasilkan ikan nila jantan super-YY yang telah dilaunching oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tanggal 15 Desember 2006 di Wanayasa, Kabupaten Purwakarta, dengan nama nila gesit.
Ikan nila YY Supermale (Gesit) dihasilkan melalui serangkaian riset panjang yang diinisiasi oleh Pusat Teknologi Produksi Pertanian BPPT yang kemudian bekerja sama dengan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institus Pertanian Bogor (IPB) dan UPT Balai Besar Pengembangan Budi Daya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). 

Teknologi produksi ikan nila gesit merupakan inovasi teknologi perbaikan genetik untuk menghasilkan keturunan ikan nila yang berkelamin jantan melalui program pengembangbiakan yang menggabungkan teknik feminisasi dan uji progeni untuk nila jantan yang memiliki kromosom YY (YY genotypes). Ikan nila jantan dengan kromosom YY atau ikan nila gesit apabila dikawinkan dengan betina normalnya (XX), akan menghasilkan keturunan yang seluruhnya berkelamin jantan XY (genetically male tilapia).
Ikan nila gesit dengan kromosom YY memiliki keunggulan, yakni 98-100 persen turunannya berkelamin jantan, sedangkan keunggulan secara ekonomis yaitu nila gesit memiliki pertumbuhan yang cepat, yakni lima hingga enam bulan untuk mencapai berat 600 gram. Ikan nila berkelamin jantan tumbuh lebih cepat dibanding betinanya. Dengan demikian, produksi ikan nila dapat diarahkan pada produksi ikan nila berkelamin jantan (monosex male) yang dapat tumbuh lebih cepat untuk meningkatkan efisiensi usaha guna memenuhi permintaan pasar lokal dan ekspor.

Ukuran rata-rata ikan nila untuk keperluan ekspor ke Jepang adalah dengan berat 600 gram. Alasan inilah, kemudian BPPT bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan mengembangkan penelitian untuk membuat gen yang bisa membudidayakan nila hanya jantan. Tujuannya agar waktu budidaya lebih efisien dan bisa memenuhi permintaan ekspor.  Ikan nila biasa 4-6 bulan 360-400 gram, sedangkan nila gesit 4 bulan beratnya mencapai 600 gram atau 1,6 kali lebih cepat pertumbuhannya dibanding nila biasa dan waktunya lebih cepat. 

Nila gesit telah diproduksi di Balai Besar Pengembangan Budi Daya Air Tawar Sukabumi dan selanjutnya dapat dikembangkan oleh pihak pemerintah dan swasta. Pengujian multilokasi dan multilingkungan juga dilakukan untuk mengetahui performanya pada lokasi dan lingkungan yang berbeda, sebelum diproduksi secara massal untuk kemudian dikembangkan secara luas oleh masyarakat pembudidaya.
Ikan nila genetically supermale indonesian tilapia (gesit) sedang dikembangkan penelitiannya untuk menjadi nila genetically enrichman Indonesia tilapian (genit).

Perbedaan dari nila gesit dengan genit adalah dalam hal ukuran pertumbuhannya. Jika nila gesit pertumbuhannya 1,6 kali ikan nila biasa, maka ikan nila genit pertumbuhannya bisa tiga kali lipat dari ikan biasa atau dua kali dari ikan nila gesit. Selain itu, nila genit juga bisa hidup pada dua jenis air, yakni air tawar dan asin, sehingga dapat  dibudidayakan di tambak-tambak dekat laut. Sedangkan nila gesit hanya bisa dibudidayakan di kolam atau tambak air tawar. Memang untuk menjadi genit, nila gesit harus melalui beberapa tahap penelitian. Saat ini sedang dikembangkan penelitian mengenai nila gesit menuju tahap nila salim agar bisa hidup di air asin. Kelebihan nila salim bisa hidup di kolam air asin. Pengembangan nila salim menuju nila genit yang ditargetkan selesai pada 2010-2011 mendatang.  

Pasarnya jangan diragukan, Ikan nila selain pasar lokal, dapat di ekspor ke jepang, hongkong, AS, eropa. Kalau bicara daya beli, bandingkan dengan ikan kerapu yang harganya bisa mencapai Rp. 350.000/kg, udang 50.000/kg, ikan tuna misalnya dapat mencapai Rp. 100.000/kg, ikan nila perkilo insya allah tidak mahal. Dalam bentuk olahan misalnya, berupa filletsegar, filletbeku, ataupun surimi memiliki potensi yang cukup besar di pasar internasional, terutama Amerika Serikat (AS) dan Jepang.
Ikan nila dapat menjadi alternatif pemenuhan protein hewani bagi masyarakat, kalau budidaya ikan ini dapat berkembang luas di masyarakat bisa dibayangkan betapa sehat dan kuatnya bangsa ini kelak, Jepang sudah membuktikan itu.

Selanjutnya apa yang harus kita lakukan, jawabannya sederhana, bagaimana mengairahkan masyarakat untuk berbudidaya ikan, semua sudah ada. Yang belum ada adalah kesadaran dan bagaimana membangkitkan gairah masyarakat berbudidaya ikan. Coba kita simak apa yang dikatakan oleh Winston Churchill : untuk perbaikan perlu perubahan, untuk kesempurnaan perlu banyak perbaikan.

*) Penulis adalah Kepala Seksi Kesehatan Ikan dan Lingkungan Dislutkan Sulteng


 
Inilah bergagai jenis nila Unggul Indonesia
1.      Ikan nila pertama didatang ke Provinsi Jawa Barat (Jabar) pada Tahun 1969. Tahun 1975 didatangkan nila Hybrid Tilapia nilotica x Tilapia mosambica yang berasal dari Taiwan. Sedangkan nila merah muncul pada tahun 1981 dari Philipina, kemudian 1988-1989 didatangkan Parent Stock Nila Chitralada dari Thailand (tidak berkembang).
2.      Nila Biasa (Lokal)
Berasal dari Taiwan (1972). Warna abu-abu hitam. Tubuh bagian bawah agak putih.
3.      Nila Larasati
Berasal dari jantan nila Pandu (Peningkatan Nila Induk Unggul) + Nila Kunti (Kualitas induk Nila Janti). Pandu + Kunti = Nila Larasati (nila merah strain Janti)
4.      Nila Gesit
Gesit berasal dari Nila hitam = yy super male). Secara normal jantan berkromosom XY dan betina XX. Dengan rekayasa set kromosom nila jantan dirubah menjadi kromosom YY, sehingga jika dikawinkan dengan nila normal (XX x YY à XY (jantan 96%).
5.      Nila Wanayasa
Ikan ini berasal dari ikan nila Nirwana (Nila Ras Wanayasa). Dirilis thn 2006, hingga kini telah sampai ke generasi II. Keunggulannya bila dipelihara dari larva selama 6 bulan akan menjadi 650 gram. Postur badan lebih lebar dan panjang kepala lebih pendek. Ikan ini hasil persilangan 18 famili nila GIFT (Genetically Improvement of Farmed Tilapias) dan 24 famili Nila GET (Genetically Enhanced of Tilapia) yang diintroduksi dari Philipina thn 1995-1997.
6.      Nila GIFT  dari ICLARM Philipina diintroduksi pada tahun 1995-1997. Tahun 2002 BBI Wanayasa memperoleh nila GET yang diintroduksi dari Philipina oleh DKP Jabar melalui BFAR (Bureau of Fisheries and Aquatic Research)
7.      Nila Salin
Nila ini dapat hidup pada salinitas >20 ppt – 30 ppt
8.      Nila Genit (Genetically Enrichment Indonesia Tilapia)
Beda nila Gesit dengan nila Genit adalah mempunya nilai pertumbuhan 2x lipat dari nila Gesit. Nila gesit  pertumbuhannya 1,6 x nila biasa.
9.      Nila NIFI
Nila merah atau nila hibrida yaitu persilangan antara O.mosambicus (O.niloticus) dengan O.honorun atau O.zilii
10.  Nila TA
Nila ini mirip nila GIFT hanya garis verticalnya sedikit. Nila kelamin jantan tepi dari sirip punggung dan ekor terdapat warna merah dibagian tepi.

petrichor

Kamu pernah mencium bau tanah ketika hujan baru turun? Aroma teduh, aroma pengingat bahwa butir-butir air mulai turun. Aroma hujan, begitu aku menyebutnya. Aroma yang kuhirup dalam-dalam ketika masih bocah. Aroma yang terus mengingatkan aku pada masa itu, tiap kali aku menciumnya, sampai detik ini.

Namanya petrichor.
Berasal dari bahasa Yunani, petros (batu) dan ichor (air). Apapun istilahnya, kamu pasti pernah menghirupnya. Sengaja ataupun tak sengaja.
Begitu pula aku. Tak jarang, memoriku ter-recall setelah mendengar stimulasi dari telinga. Ya, namanya musik. Atau dari penglihatan kedua mataku. Tapi sangat jarang terjadi bila kenangan terpanggil kembali dari rangsangan hidung.

Dan itulah indahnya petrichor. Aroma tanah bercampur air hujan, yang kata ibuku adalah bau debu yang terbang karena terhantam butiran air, menghidupkan banyak gambaran masa lalu di kepalaku.
Masa kecil, ketika ibu justru melarangku untuk menghirupnya karena menurutnya petrichor itu jorok. “Debu itu, jorok jorok jorok! Sana masuk ke dalem rumah!” hardiknya tiap kali aku menemaninya menyirami jalanan di depan rumah lewat slang air.
Atau masa remaja ketika justru petrichor tak pernah kugubris. Aku begitu taat-nya pada prinsip ibuku. Petrichor itu jorok. Titik. Dan aku bukan tipe pelawan ibu. Semua kata-katanya adalah titah. Tak terbantahkan. Kututup hidung rapat-rapat ketika ia hadir.
Saat-saat kos di Bandung, ketika duduk di balkon sederhana menghadap kali Cikapundung. Hujan mulai turun, menghantam atap asbes rumah ibu kosku. Bunyinya tidak seperti di lagu itu. Lebih ke “buk buk buk” ketimbang “tik tik tik”. Hanya sejenak dapat kunikmati petrichor, karena menit selanjutnya aroma comberan dari kali Cikapundung mulai menyeruak ke hidung.
Atau masa-masa keras di Jakarta, ketika petrichor hanya singgah sedetik dua detik, karena sudah harus kupacu motorku di tengah jalanan ibukota, demi menghindari basah kuyup di perjalanan. Atau justru tak terhirup petrichor sama sekali karena sudah kubentengi mulut dan hidungku dengan masker 5000-an, demi tidak menghisap timbal kendaraan yang jutaan jumlahnya.
Juga teringat dekapan tangan mungil kamu di sekeliling pinggangku, ketika hujan mulai menerpa kita di atas motor. Dingin udara dan basahnya air hujan membuat dekapanmu semakin erat, dan hangat. Petrichor pun turut menemaniku ketika jatuh cinta.
Tanah seperti pasrah pada hujan. Ketika rintik-rintik hujan mulai turun, dirinya akan terhambur terbawa udara. Melayang-layang, sebelum kemudian dihantam oleh butiran hujan lainnya. Jika beruntung, ia menyeruak cukup tinggi, menggapai hidungku. Merasuk ke dalam. Menciptakan sensasi istimewa.
Aku, ingin menjadi petrichor bagimu.
Penanda bahwa hari keringmu telah usai, dan akan segera berganti dengan rintikan hujan yang menenangkan. Penghapus debu di kehidupanmu, dan membasahinya lagi setelah sekian lama. Penanda betapa butiran hujan telah siap melembutkan dirimu, menyejukkannya setelah sekian lama. Mengingatkanmu untuk berteduh, karena hujan akan segera datang. Atau justru membuatmu keluar, berlari ke tengah hujan, dan menari.
Dan kita akan larut bersama, dalam hujan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar